Mengapa Ibn Rushd Disebut Ateis yang Bukunya Dibakar?

Ilustrasi/viva.co.id
Ibn Rushd, atau yang lebih dikenal di dunia Barat sebagai Averroes, adalah filsuf, dokter, dan ilmuwan Muslim yang hidup pada abad ke-12. Ia dikenal karena kontribusinya yang signifikan dalam bidang filsafat, terutama dalam menginterpretasikan dan menyebarkan pemikiran Aristotelian. 

Namun, meskipun prestasinya luar biasa, Ibn Rushd sering dicap sebagai ateis, dan banyak buku-bukunya dibakar sebagai bentuk penolakan terhadap ide-ide yang dianggap berbahaya oleh otoritas agama.

Salah satu alasan Ibn Rushd dianggap ateis adalah pandangannya yang rasional dan filosofis tentang agama. Dalam karyanya, ia berusaha menggabungkan pemikiran Aristoteles dengan ajaran Islam, yang sering kali menimbulkan ketegangan antara rasionalitas dan dogma religius. 

Ibn Rushd berargumen bahwa akal dan wahyu tidak bertentangan, tetapi keduanya dapat saling mendukung. Pandangannya ini tidak diterima dengan baik oleh para ulama dan pemimpin agama yang merasa terancam oleh ide-ide yang dianggap menyimpang dari ajaran Islam yang ortodoks.

Ibn Rushd menekankan pentingnya penggunaan akal dalam memahami teks-teks suci dan realitas alam. Ia percaya banyak aspek dari ajaran agama dapat dijelaskan secara rasional dan bahwa pemikiran kritis adalah bagian penting dari iman. Pendekatan ini membuatnya dicap sebagai ateis oleh mereka yang menganggap kepercayaan harus diterima tanpa pertanyaan dan bahwa penggunaan akal dalam konteks religius adalah bentuk penolakan terhadap iman. Label ini makin memperkuat posisi Ibn Rushd sebagai sosok yang kontroversial dalam sejarah pemikiran Islam.

Konsekuensi dari pandangan ini sangat serius. Setelah kematiannya, banyak karyanya, termasuk komentar-komentar tentang Aristoteles, dianggap ancaman terhadap ortodoksi religius. Pada abad ke-13, sejumlah buku Ibn Rushd dibakar, dan pemikirannya dilarang di banyak wilayah Muslim. Tindakan ini mencerminkan ketidaknyamanan masyarakat terhadap ide-ide yang berani dan inovatif, serta upaya menegakkan kontrol atas pemikiran dan intelektualitas. Pembakaran buku-buku tersebut menjadi simbol dari penolakan terhadap kebebasan berpikir dan pencarian pengetahuan yang lebih dalam.

Meskipun dianggap ateis dan mengalami penolakan dari otoritas, warisan Ibn Rushd tetap hidup dan dihargai dalam sejarah filsafat dan ilmu pengetahuan. Karyanya berpengaruh besar pada pemikir-pemikir Eropa selama Renaissance, saat ide-idenya tentang rasionalitas dan pemikiran kritis menjadi landasan bagi perkembangan pemikiran ilmiah modern. Ibn Rushd menjadi jembatan antara tradisi Yunani dan pemikiran Islam, dan pengaruhnya melampaui batasan geografis dan budaya.

Hmm... ada yang mau menambahkan? 

Related

Tokoh 228049660174994796

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item