Negara Mana yang Paling Banyak Membuat Kerusakan di Bumi?

Negara Mana yang Paling Banyak Membuat Kerusakan di Bumi?
Ilustrasi/pxabay.com
Upaya pelestarian Bumi akhir-akhir ini semakin digalakkan, meski upaya tersebut sebenarnya telah dikenal sejak lama. Yang membuat kesadaran masyarakat dunia meningkat mengenai pentingnya pelestarian Bumi, karena berbagai isu lingkungan yang massif digalakkan.

Pemanasan global, efek rumah kaca, dan berbagai dampak buruknya, saat ini telah sangat dikenal masyarakat luas, hingga kesadaran untuk menjaga kelestarian alam pun semakin meningkat.

Kenyataannya, berbagai aktivitas dan kebutuhan manusia telah membuat planet yang kita huni menjadi tempat yang makin kurang ramah. Pembakaran bahan bakar fosil seperti dari batubara, minyak bumi, dan gas bumi, merupakan penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca, khususnya karbondioksida (CO2).

Sementara pembukaan lahan dan penebangan hutan secara liar menyebabkan alam semakin tidak imbang, berbagai bencana seperti banjir dan tanah longsor makin mengancam, sementara sekian banyak satwa mengalami kepunahan.

Tapi kerusakan yang terjadi tidak hanya ada di darat, karena di laut atau di perairan pun hal yang sama juga terjadi. Penangkapan ikan secara besar-besaran, apalagi menggunakan berbagai sarana dan peralatan yang berbahaya, telah menjadikan habitat di laut terancam.

Sementara itu berbagai limbah industri yang dibuang ke sungai menjadikan air tercemar dan masyarakat kesulitan mendapatkan air bersih. Seiring dengan itu, cerobong-cerobong asap pabrik menebarkan polusi yang mencemari udara, menjadikan kita sulit menghirup udara bersih.

Pencemaran lingkungan kini memang telah menjadi isu dunia, karena fenomena itu bisa dibilang terjadi di semua negara. Padahal, krisis dan pencemaran lingkungan tidak hanya berdampak pada manusia yang hidup di masa sekarang, namun juga pada anak cucu serta generasi yang akan datang.

“Krisis lingkungan saat ini telah mencengkeram planet kita,” ujar Corey Bradshaw, peneliti Institut teknologi lingkungan di Adelaide, Australia. Karena kesadaran itu pula, ia dan timnya melakukan studi di 179 negara berkaitan dengan isu lingkungan.

Dalam studi tersebut, beberapa aspek yang mereka teliti di antaranya adalah skala penangkapan ikan di laut, banyaknya hutan yang hilang (ditebang secara liar), keterancaman spesies dan habitat, emisi CO2, polusi air, penggunaan pestisida, dan beberapa aspek lain.

Dari banyak negara yang disurvei, berikut ini adalah sepuluh negara yang dianggap sebagai penyumbang kerusakan terbesar di Bumi.

Brazil

Hampir semua masalah lingkungan terjadi di Brazil. Penggunaan pupuk yang tidak ramah lingkungan, banyaknya spesies dan habitat yang terancam, banyaknya emisi karbondioksida, pembukaan lahan dan perusakan hutan, sampai polusi air. Karena banyaknya kerusakan yang terjadi, Brazil menduduki pringkat teratas daftar ini.

Di Brazil, banyak hutan liar dibuka menjadi lahan untuk perumahan komersial dan tempat tinggal. Kebijakan pemerintah di Brazil dinilai salah arah, karena terlalu mengeksploitasi sumber daya alam.

Meningkatnya populasi penduduk di Brazil dianggap sebagai penyebab utama masalah tersebut, sehingga terjadi peningkatan kompetisi mempertahankan hidup yang kemudian berdampak pada kerusakan lingkungan.

Amerika Serikat

Di satu sisi, Amerika dinilai sebagai negara maju dan dianggap sebagai negara yang menyadari pentingnya melestarikan alam. Namun, di sisi lain, Amerika juga menjadi negara yang ikut menyumbang kerusakan alam.

Peran penting Amerika dalam rusaknya alam adalah penggunaan pupuk dan nitrogen, fosfor dan potasium, secara besar-besaran. Penggunaan pupuk yang berlebihan mengakibatkan pencemaran bahan kimia ke dalam tanah, yang kemudian mencemari air, bahkan mengubah atau menghancurkan habitat alam.

Selain itu, Amerika Serikat juga penyumbang emisi CO2 terbesar, mengalami polusi air, menghadapi masalah penangkapan ikan laut, serta keterancaman spesies.

Cina

Cina menghadapi masalah besar dengan tercemarnya air. Polusi air di negara itu sangat tinggi, hingga WHO (organisasi kesehatan dunia) memperkirakan bahwa hampir 100 ribu orang meninggal dunia setiap tahun di Cina akibat penyakit yang bersumber dari polusi air.

Kenyataannya, wilayah perairan pesisir Cina memang sangat tercemar oleh minyak, pestisida, dan limbah. Hal itu diperkirakan karena kepentingan pembangunan ekonomi di Cina lebih diutamakan daripada usaha penjagaan dan perlindungan lingkungan.

Saat ini, ada sekitar 20 juta orang di Cina yang tidak memiliki akses terhadap air minum bersih, lebih dari 70 persen danau dan sungai tercemar, sementara masalah polusi besar terjadi di dekat rumah-rumah penduduk.

Indonesia

Menurut Global Forest Watch, Indonesia adalah wilayah padat hutan pada 1950, namun 40 persen dari hutan yang ada pada 1950 tersebut telah hilang hanya dalam waktu 50 tahun berikutnya. Jika dibulatkan, hutan hujan tropis di Indonesia jumlahnya berkurang atau turun dari 162 juta hektar menjadi hanya 98 juta hektar.

Karena kenyataan itu, Indonesia pun mengalami masalah besar dalam hal hilangnya lahan hutan, yang berbuntut pada keterancaman habitat dan spesies. Selain itu, Indonesia juga mengalami masalah dalam hal emisi CO2, penangkapan ikan di laut, penggunaan pupuk yang tidak ramah lingkungan, serta pencemaran air.

Jepang

Masalah terbesar di Jepang adalah penangkapan ikan laut. Pada 2004, jumlah tuna sirip biru Atlantik dewasa yang berada pada usia pemijahan telah turun menjadi sekitar 19 persen dibandingkan pada 1975. Penurunan jumlah itu terjadi karena Jepang “mengangkut” ikan-ikan itu untuk tujuan komersial secara besar-besaran.

Pada 1986, akibat tekanan internasional, pemerintah Jepang melakukan moratorium penangkapan ikan paus komersial. Tetapi itu pun tidak menghentikan pihak-pihak yang nakal di sana. Hanya satu tahun sejak moratorium itu, aktivitas penangkapan paus kembali dimulai.

Dengan alasan “penangkapan ikan paus untuk tujuan penelitian”, mereka kembali menjarah kekayaan laut dan menyajikannya di piring-piring sashimi di banyak restoran.

Selain masalah penangkapan ikan laut, Jepang juga menghadapi masalah perusakan habitat alam, pencemaran air, dan emisi karbondioksida.

Meksiko

Dibandingkan negara lain, Meksiko memiliki lebih banyak spesies tanaman dan hewan. Mereka memiliki sekitar 1.000 spesies burung, 693 jenis reptil, 285 amfibi, lebih dari 2.000 jenis ikan, dan 450 mamalia. Sebagai perbandingan, Brazil yang luas wilayahnya dua kali dari Meksiko, hanya memiliki 394 jenis mamalia.

Yang menjadi masalah, pada pertengahan 1990-an, banyak spesies di Meksiko yang yang diketahui sudah terancam, di antaranya 64 mamalia, 36 burung, 18 reptil, 3 amfibi, dan sekitar 85 ikan.

Dalam hal ini, Meksiko tidak bergabung dengan Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES), yaitu perjanjian internasional untuk menghentikan perdagangan flora fauna terancam dan hampir punah, yang berlaku sejak tahun 1975 hingga 1991.

Akibatnya, bisa dibilang perdagangan satwa liar tumbuh subur di Meksiko, dan negara itu pun menghadapi masalah besar dalam hal keterancaman spesies. Selain itu, Meksiko juga mengalami masalah dalam hal kehilangan hutan paling banyak di dunia.

India

Masalah lingkungan di India di antaranya penangkapan liar di laut, emisi CO2, dan keterancaman spesies. Namun, masalah yang paling mengkhawatirkan di sana adalah pencemaran air.

Pencemaran air di India dilatarbelakangi oleh meningkatnya persaingan penggunaan air untuk berbagai sektor, termasuk pertanian, industri, domestik (kebutuhan rumahtangga), air minum, sampai pembangkit energi dan lain-lain.

Persaingan itu menyebabkan sumber daya alam berharga menjadi cepat habis, dan pencemaran air bisa dibilang tak terelakkan lagi. Yang mengkhawatirkan, polusi air tidak hanya dirasakan manusia, tapi juga mempengaruhi bahkan menyebabkan hancurnya habitat satwa liar yang hidup di perairan.

Rusia

Tidak jauh beda dengan India, Rusia juga mengalami masalah besar dalam hal polusi atau pencemaran air. Kurang dari separuh penduduk Rusia yang dapat memperoleh akses air minum yang aman dikonsumsi. Selebihnya harus terpaksa mengonsumsi air minum yang relatif tidak bersih atau tercemar.

Rusaknya air di Rusia disebabkan oleh limbah kota dan kontaminasi nuklir yang digunakan di sana. Selain masalah air, Rusia juga menghadapi masalah polusi udara akibat emisi CO2, yang bisa dibilang tidak kalah buruknya dengan polusi yang terjadi pada air mereka.

Di sana bahkan ada sekitar 200 kota yang dinilai sangat tercemar udaranya, hingga sulit memperoleh udara bersih. Terakhir, Rusia juga mengalami masalah dalam hal penangkapan liar di laut.

Australia

Bertambahnya populasi penduduk menjadikan kebutuhan tempat tinggal ikut bertambah. Kebutuhan tempat tinggal menjadikan pembukaan lahan terjadi dimana-mana. Alam yang semula liar dan alami berubah menjadi kawasan hunian dan perumahan. Ketika itu terjadi terus menerus, alam mulai tak seimbang, dan bencana pun mulai mengancam.

Kenyataan itulah yang terjadi di Australia. Kini, sekitar 11,5 persen dari total lahan di Australia telah dilindungi oleh pemerintah. Di lahan itu tumbuh banyak pepohonan, dan dilindungi dengan tujuan menahan tingkat konversi lahan yang mulai tak terkendali. Selain masalah penggunaan lahan, Australia juga mengalami masalah dalam hal penggunaan pupuk yang tidak ramah lingkungan, dan kehilangan alam liar.

Peru

Dari 179 negara yang disurvei, Peru dianggap ikut menjadi penyumbang kerusakan terbesar di Bumi. Negara Amerika Selatan ini dinilai berperan dalam hal penangkapan liar di laut, dan berbagai penangkapan ilegal terhadap spesies yang terancam punah. Karenanya, Peru menjadi negara yang paling banyak melakukan penangkapan liar dan perdagangan spesies terlarang.

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 7112316393719686503

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item