Kasus Hilangnya Kapal Waratah yang Misterius

Kasus Hilangnya Kapal Waratah yang Misterius
Ilustrasi/istimewa
Sebelum Titanic lahir, ada kapal yang sama mewah bernama Waratah. Jika nasib Titanic berakhir saat menghantam gunung es di lautan Atlantik, nasib Waratah bisa dibilang tidak jelas, karena kapal itu lenyap tanpa bekas... bahkan sampai sekarang. Agak mengherankan, mengingat Waratah memiliki ukuran sangat besar, namun ia seperti hilang, dan tidak seorang pun bisa menemukannya.

SS Waratah adalah kapal mewah, dengan panjang sekitar 150 meter. Kapal ini dibangun oleh Barclay Curle & Co di Whiteinch, Glasgow, pada 1908, untuk perusahaan Anchor Ocean Transport Co, Australia. Kapal ini kemudian dibeli dan menjadi flagship Anchor Blue Line, sebuah perusahaan dalam bidang pelayaran. Kapal itu menjadi kapal termewah pada zamannya.

Waratah difungsikan sebagai kapal untuk transportasi umum maupun sebagai kapal kargo. Kapal ini memiliki 100 kabin, dengan 8 kabin khusus tamu VVIP. Dilengkapi ruang musik mewah, lengkap dengan penyanyinya. Selain itu, Waratah juga memiliki mesin pemurni air yang bisa menghasikan 5.500 galon air setiap hari. 

Pada 5 November 1908, SS Waratah memulai pelayaran perdana. Kapal ini mulai berlayar dari London, dengan membawa 756 penumpang dan 6.500 ton muatan barang. Pelayaran perdana ini dipimpin seorang kapten wanita, bernama Yosua E. Iibery, dengan pengalaman berlayar selama 30 tahun.

Namun, pada pelayaran perdananya, Waratah mengalami kerusakan yang mengharuskannya kembali ke London. Di London, selama kapal diperbaiki, terjadi sengketa antara pemilik kapal dengan pihak pembangun kapal.

Pada 27 April 1909, setelah kapal dianggap beres, Waratah melakukan pelayaran kedua. Kali ini, tujuannya ke Australia. Setelah sampai di Australia, kapal berlabuh sebentar, untuk memenuhi kebutuhan pelayaran selanjutnya.

Pada 1 Juli, Waratah bertolak dari Australia menuju London. Dalam perjalanan itu, Waratah berlabuh di Durban dan Cape Town untuk beristirahat dan mengambil perbekalan.

Setelah berlabuh di Durban, Waratah kembali melanjutkan perjalanan pada 26 Juli 1909, dengan 211 awak kapal. Pada hari kedua, setelah bertolak dari Durban, cuaca buruk menimpa mereka. Embusan angin pada saat itu mencapai 90 km per jam, ditambah ombak dengan ketinggian mencapai 9 meter. 

Pada waktu itu, sebuah kapal bernama Uni Castle Line melihat kapal Waratah terjebak dalam badai. Mereka pun memberikan sinyal lampu, namun tidak ada balasan dari kapal Waratah. Dari kejauhan, awak kapal Uni Castle Liner hanya melihat 3 huruf, yaitu “TAH” karena dahsyatnya badai.

Masih pada malam yang sama, sebuah kapal lain bernama Harlow melihat kapal Waratah sekitar 12 mil di belakang mereka. Mereka melihat kapal Waratah mengeluarkan asap dan cahaya dari kejauhan. 

Saat malam semakin larut, para awak kapal Harlow masih bisa melihat SS Waratah, dan mereka melihat ada cahaya berkedip-kedip di sekitar kapal itu, kemudian cahaya itu hilang. 

Sejak cahaya di kapal Waratah—yang diduga api kebakaran—menghilang, para awak kapal Harlow tidak pernah lagi melihat kapal itu. Sejak itu pula, kapal Waratah tidak pernah ditemukan hingga saat ini. Waratah, yang diperkirakan sampai di Cape Town pada 29 Juli 1909, tidak pernah sampai di tujuan. 

Upaya pencarian

Semula, banyak pihak meyakini bahwa Waratah mungkin masih terapung-apung di laut lepas. Royal Navy kemudian mengerahkan HMS Pandora dan HMS Forte untuk mencari SS Waratah di tempat terakhir kapal itu terlihat. Namun upaya pencarian itu tidak membuahkan hasil.

Pada 13 Agustus 1909, awak kapal Insiza mengaku melihat sebuah kapal pesiar yang duduga kapal Waratah, terombang ambing di lautan, namun tidak ada info dimana kapal Insiza melihat penampakan ini.

Pada September 1909, perusahaan Anchor Blue Line menyewa sebuah kapal bernama Uni Castle Sabine untuk mencari kapal Waratah. Pencarian dilakukan hingga sejauh 14.000 mil, namun pencarian itu juga tidak menghasilkan apa-apa.

Pada 1919, seorang kerabat dari salah satu penumpang kapal Waratah menyewa sebuah kapal bernama Wakefield. Mereka melakukan pencarian selama 3 bulan, namun lagi-lagi tidak mendapatkan hasil.

Pada 1925, Letnan DJ Roos dari Angkatan Udara Afrika Selatan melihat rongsokan sebuah kapal, saat dia terbang melintasi Transkei. Dia berpendapat bahwa mungkin itu kapal Waratah yang terapung di atas laut. Tapi pencarian ke sana mendapati itu bukan Waratah.

Pada 1977, sebuah kuburan kapal ditemukan di mulut sungai Xora, Afrika Selatan, dan diduga salah satu di antara bangkai kapal di sana adalah Waratah. Tempat itu memang dikenal memiliki banyak bangkai kapal dari masa Perang Dunia II. Upaya pencarian lebih lanjut dilakukan pada 1991, 1995, dan 1997, namun tidak mendapat hasil.

Pada 1999, sebuah berita di surat kabar melaporkan bahwa kapal Waratah telah ditemukan 10 km dari lepas pantai timur Afrika Selatan. Pencarian yang dipimpin oleh Emilyn Brown dari NUMA (National Underwater & Marine Agency) itu menggunakan sonar, dan menemukan sebuah kapal yang tenggelam, dan memiliki kesamaan dengan ciri kapal Waratah.

Upaya penyelidikan lebih lanjut dilakukan. Namun, pada 2001, hasil penyelidikan itu menunjukkan bahwa kapal yang tenggelam itu bukan Waratah. Menurut peneliti, tampaknya tim Emilyn Brown telah menemukan kapal Meadow Nailsea, sebuah kapal yang tenggelam pada masa Perang Dunia II. 

Kemudian, pada 2004, Emilyn Brown yang selama 22 tahun menghabiskan waktunya untuk mencari kapal Waratah, akhirnya menyerah. “Aku telah kehilangan semua pilihan,” ujarnya. “Sekarang aku tidak tahu harus mencari di mana lagi.” 

Penyebab hilangnya Waratah

Ketika kapal Waratah baru dinyatakan hilang, semua pihak—perusahaan pemilik kapal sampai dewan perdagangan di Inggris maupun Australia yang memiliki kargo di kapal itu—segera bereaksi dan melakukan upaya penyelidikan dan pencarian. Namun mereka kesulitan menemukan bukti atau pun petunjuk, karena tidak ada satu pun penumpang kapal Waratah yang bisa dimintai keterangan, kecuali Claude Sawyer yang turun di Durban.

Para ahli yang meneliti kapal ini setuju bahwa SS Waratah dirancang dan dibangun dengan baik. Kapal itu juga dalam kondisi layak jalan ketika melakukan pelayaran tersebut. Kapal ini telah lulus dalam berbagai inspeksi dari dewan perdagangan yang memberi klasifikasi “+100 A1”, yaitu rating tertinggi untuk kapal yang telah lulus inspeksi mereka.

Tetapi, para awak kapal yang ikut terlibat dalam pembuatan kapal meragukan hal itu. Mereka mengatakan bahwa keseimbangan kapal sangat buruk. Bahkan hanya untuk memindahkan kapal dari pelabuhan, diperlukan sebuah pemberat untuk membuatnya stabil.

Berbeda dengan penilaian awak kapal, seorang mantan perwira yang ikut dalam pelayaran perdana Waratah justru mengatakan bahwa kapal itu sangat stabil dan mudah dikendalikan. Beberapa mantan kru kapal juga mengatakan bahwa Waratah telah dirancang dengan sempurna.

Terlepas dari berbagai komentar tentang kapal ini, kualitas kerja maupun produk perusahaan pembuat kapal dipertanyakan. Mereka dituding tidak menetapkan standar kualitas yang memadai terhadap produk mereka. Walaupun mereka membantah, hal itu telah membuat perusahaan kapal mengalami kerugian.

Sebagian ahli mengajukan pendapat. Karena Waratah difungsikan ganda, yaitu untuk penumpang dan kargo, bisa jadi Waratah hanya memuat sedikit barang saat itu, sehingga berat minimal kapal yang ditetapkan oleh perusahaan pembuat kapal tidak terpenuhi. Karena sebab inilah, kapal Waratah tidak mampu bertahan ketika diterjang badai.

Di luar pendapat yang diajukan oleh para ahli, muncul pula berbagai teori dan spekulasi lain yang berkembang. Salah satunya adalah freak wave atau gelombang aneh. Menurut teori ini, Waratah mungkin bertemu salah satu badai terburuk di lautan Afrika Selatan. Gelombang itu dapat mencapai ketinggian 20 meter, dan apabila isu mengenai masalah kestabilan SS Waratah memang benar, maka teori ini mungkin ada benarnya. 

Profesor Mallory, dari Universitas Cape Town, menjelaskan bahwa gelombang yang diperkirakan memiliki ketingian hingga 20 meter itu terjadi antara Richards Bay dan Cape Agulhas.

Teori kedua adalah pusaran air. Sebagian kalangan berpendapat, kapal Waratah mungkin diisap oleh semacam pusaran air besar, hingga tersedot ke dalam lautan. Pusaran semacam itu sering ditemukan di perairan Afrika Selatan. Tapi belum ada yang bisa menjelaskan seberapa besar dan kuat pusaran air itu, hingga dapat menyedot kapal sepanjang 150 meter.

Teori ketiga adalah kemungkinan ledakan. Para kru kapal Harlow, yang sempat menyaksikan Waratah di tengah laut, mengatakan melihat cahaya di kapal Waratah. Karena kesaksian itulah, sebagian orang berpendapat bahwa Waratah tenggelam karena ledakan di bagian penyimpanan batubara. 

Namun teori ini runtuh karena tidak mungkin kapal sebesar Waratah langsung hancur dan tenggelam, sementara kru kapal tidak sempat menyelamatkan diri walau hanya satu orang.

Teori keempat mungkin terdengar supranatural. Claude Sawyer, satu-satunya penumpang kapal Waratah yang selamat karena turun di Durban, menyatakan bahwa ia mendapat “penglihatan” sosok aneh dengan pakaian zaman dulu. Sosok itu memegang sebuah pedang yang berlumuran darah. Karena penglihatan itulah, Claude Sawyer memutuskan tidak melanjutkan pelayaran bersama kapal Waratah.

Terlepas teori mana yang mungkin benar, sampai saat ini Waratah tetap belum ditemukan. Keberadaannya, juga penyebab hilangnya, masih misterius.

Yang lebih misterius, ada kapal-kapal lain yang juga bernama Waratah, dan semuanya mengalami nasib buruk serupa. Pada 1848, misalnya, sebuah kapal bernama sama, yaitu SS Waratah, tenggelam di sekitar pulau Ushant, dekat kanal Inggris. Pada 1887, dua kapal dengan nama Waratah tenggelam di perairan Australia. Lalu pada 1889, seluruh kru kapal bernama Waratah menghilang di dekat Cape Preston.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 1123194535837819705

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item