Judi Togel dan Impian Tolol Kaya Mendadak

Ilustrasi/urbanjabar.com
Tempo hari, saya nonton video Eno Bening di YouTube, yang menjelaskan kenapa banyak orang kaya di luar negeri—misalnya Amerika—suka main judi. Amerika termasuk negara yang melegalkan perjudian, hingga di sana ada sin city yang terkenal, Las Vegas. Ada banyak orang kaya yang keluyuran ke Las Vegas, menghabiskan banyak uang untuk berjudi. Kenapa?

Menurut Eno Bening, orang-orang kaya yang bermain judi di tempat perjudian itu sebenarnya bukan berharap kemenangan main judi, tapi lebih pada harapan bertemu orang-orang baru—sesama orang kaya—yang tujuan akhirnya menjalin koneksi bisnis. Duit mereka sudah banyak, menang atau kalah dalam berjudi tidak penting. Yang penting adalah menemukan koneksi bisnis yang tepat.

“Membuang duit di meja judi,” celoteh Eno Bening, “itu seperti rata-rata kita flexing barang mewah. Semakin banyak kekalahan yang mereka alami di meja judi, semakin menunjukkan kalau mereka kaya-raya.”

Jadi, bagi orang-orang kaya di Las Vegas atau tempat perjudian terkenal lainnya, kalah dalam perjudian bahkan termasuk “keuntungan”, karena menunjukkan kalau mereka memiliki banyak uang, semacam flexing yang membuktikan bahwa mereka layak jadi partner bisnis terpercaya. Ketika keluar dari tempat perjudian, mereka telah mendapatkan partner untuk mengembangkan bisnis bersama, dan hasilnya adalah keuntungan yang lebih besar, kekayaan yang makin banyak. 

Bagi orang kaya-raya, bahkan kalah judi masih terhitung menang!

Kenyataan semacam itu tentu berbeda jauh dengan orang-orang miskin—atau yang tidak kaya-kaya amat—yang main judi. Ketika orang miskin atau kalangan menengah bermain judi, mereka benar-benar berharap menang, karena nyatanya tujuan mereka main judi memang ingin mendapat banyak uang secara gampang, dan kaya mendadak! 

Orang kaya kalah judi, masih bisa tertawa dan baik-baik saja, karena duit mereka masih banyak. Tapi orang miskin atau kalangan menengah kalah judi, bisa nangis darah, sementara barang-barang di rumah bisa dijual atau digadaikan, demi terus menyambung harapan dapat uang banyak dan kaya mendadak.

Yang memprihatinkan, banyak orang Indonesia saat ini yang terjerat permainan judi, khususnya judi togel. Sudah rahasia umum, ada banyak situs judi togel yang beroperasi di Indonesia, meski Kominfo menyatakan terus memblokir situs-situs itu. Sebegitu banyak orang Indonesia yang main judi—atau bahkan kecanduan judi—sampai negeri ini disebut surga judi online. 

Dan yang paling memprihatinkan, rata-rata orang Indonesia yang kecanduan judi online adalah orang-orang miskin dan kalangan menengah. Mereka main judi bukan karena kebanyakan duit lalu berharap ketemu koneksi bisnis—seperti yang dijelaskan Eno Bening di atas—tapi murni benar-benar ingin menang judi, dan kaya mendadak! Akibatnya, ketika kalah judi, mereka benar-benar kalah, dalam arti duitnya benar-benar habis. 

Kenapa banyak orang—khususnya yang miskin atau tidak kaya—sampai kecanduan judi? Selain faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi, apakah memang ada penyebab orang sampai kecanduan judi—lebih spesifik, togel?

Secara ilmiah, ya. Penyebab orang kecanduan main togel itu sama seperti kecanduan orang pada hal-hal lain, yang menstimulasi otak untuk melepaskan dopamin. Tidak usah jauh-jauh sampai togel, anak-anak yang doyan mengejar layang-layang putus, itu sebenarnya dipicu dopamin yang dilepaskan otaknya.

Kita pasti sering menyaksikan anak-anak kecil yang mengejar layang-layang putus. Zaman saya kecil dulu, anak-anak bahkan sampai membawa bambu panjang—biasa disebut gantar—demi mendapatkan layang-layang putus. 

Setiap kali ada layang-layang putus, banyak anak akan berlarian ke tempat layang-layang jatuh, dan berharap bisa mendapatkannya. Kadang, tempat jatuhnya layang-layang itu adalah tempat-tempat yang sulit dijangkau, semisal di atas pohon tinggi, atau di pinggir sungai yang curam. Tapi anak-anak itu tidak peduli. Mereka akan memanjat pohon, atau nekad ke pinggir sungai tanpa memikirkan kemungkinan tercebur ke air. Impian mereka cuma satu; mendapatkan layang-layang!

Orang-orang dewasa yang menyaksikan anak-anak itu biasanya berpikir, “Harga layang-layang tidak seberapa. Daripada capek berlarian, daripada memanjat pohon lalu jatuh, daripada kecebur sungai, kenapa tidak beli saja, wong harganya tidak seberapa?”

Itu pemikiran orang dewasa yang telah matang. Tapi anak-anak tidak berpikir seperti itu. Ketika anak-anak mengejar layang-layang putus, otak mereka dibanjiri dopamin—neurotransmitter yang terkait perasaan senang dan hadiah—yang menyebabkan mereka gembira. Ketika akhirnya mendapatkan layang-layang, mereka merasa jadi pemenang, dan sensasi itu memberi rasa senang luar biasa. Itulah yang menyebabkan mereka “kecanduan” mengejar layang-layang putus, tanpa peduli risikonya. 

Karenanya, bahkan ketika seorang anak pernah jatuh saat mengejar layang-layang, ia akan tetap mengejar layang-layang lagi di waktu lain. Bukan karena tidak bisa membeli layang-layang, tapi karena mengejar dan mendapatkan layang-layang memberi kesenangan dan kepuasan luar biasa, akibat zat dopamin yang dilepaskan otak mereka!

Anak-anak merasakan sensasi menyenangkan semacam itu saat mengejar layang-layang putus. Sementara orang-orang dewasa punya kesenangan lain dalam bentuk berbeda, namun intinya sama; pelepasan dopamin di otak.

Ada orang dewasa, misalnya, yang sangat hobi mancing ikan. Tak peduli panas, tak peduli hujan, siang atau malam, mereka akan pergi ke pinggir sungai atau rawa atau got, untuk memancing. Rata-rata kita menyebutnya hobi. Tetapi, dalam taraf tertentu, hobi itu sebenarnya sudah menjadi candu, karena terkait dengan dopamin di otaknya. 

Bagi rata-rata kita, harga ikan tidak seberapa. Daripada membuang waktu seharian atau semalam suntuk untuk mancing ikan, mending beli saja ke pasar! Tapi orang-orang yang kecanduan mancing tidak berpikir seperti itu. 

Ketika mereka melemparkan senar pancing ke dalam air, lalu memegangi joran sambil menunggu ada ikan tertangkap umpan, otak mereka akan melepaskan dopamin yang menjadikan mereka merasa senang. Karena merasa senang, mereka enjoy saja kalau harus memegangi joran sampai seharian atau semalam suntuk. Dan ketika akhirnya umpan mereka berhasil mendapat ikan, mereka merasakan kepuasan luar biasa, akibat zat dopamin di otak tadi. 

Harga ikan memang tidak seberapa, beli di pasar juga bisa. Tetapi, bagi orang yang kecanduan mancing ikan, kesenangan yang dirasakan saat mendapat seekor ikan hasil memancing tidak bisa ditebus dengan uang! Itu kesenangan yang disebabkan zat dopamin dalam otak!

Zat dopamin itulah yang menyebabkan kita kecanduan pada hal-hal tertentu, dari kecanduan mengejar layang-layang putus, kecanduan memancing ikan, kecanduan main game, sampai kecanduan judi togel. Semua hal itu memiliki ciri sama; tantangan dan hadiah! Begitulah dopamin dalam otak kita bekerja; merangsang rasa senang ketika menjalani tantangan, dan memberi kepuasan ketika mendapat hadiah.

Ketika anak-anak mengejar layang-layang putus, apakah ada jaminan mereka akan mendapat layang-layang itu? Tidak! Karena hanya ada satu layang-layang, sementara anak yang mengejar bisa puluhan. Mereka semua tahu hal itu! Hanya ada satu anak yang akan mendapat layang-layang, tapi mereka semua mengejar dengan penuh antusiasme... karena merasa senang! 

Anak yang akhirnya mendapat layang-layang akan merasakan kepuasan luar biasa, karena merasa jadi pemenang. Sementara anak-anak lain yang tidak mendapatkan layang-layang masih merasakan sensasi kesenangan akibat dopamin di otaknya. Karenanya, mereka yang tidak dapat biasanya akan berpikir, “Lain kali aku yang akan dapat layang-layang!”

Tepat seperti itulah yang juga dirasakan dan dipikirkan orang-orang yang suka main togel. Ketika orang main togel, mereka sadar tidak ada jaminan akan menang. Tapi bermain togel memberi mereka kesenangan, seperti menjalani tantangan tertentu, dan tantangan itu menjanjikan hadiah atau kemenangan. Karenanya, ketika orang main togel dan kalah, dia kecewa. Tetapi, seiring dengan itu, dia akan penasaran dan ingin mencoba lagi—persis seperti anak-anak yang mengejar layang-layang dan tidak berhasil dapat, tapi berpikir, “Lain kali aku pasti dapat!”

Yang jadi masalah, togel melibatkan uang dan menjanjikan kemenangan dalam bentuk uang—inilah yang kemudian menimbulkan daya rusak luar biasa bagi para pemainnya. Wong sekadar menikmati tantangan saja sudah menimbulkan kecanduan, ini masih ditambah dengan iming-iming uang. Hasilnya, bukan hanya otak yang dibuai dopamin hingga pemainnya kecanduan, tapi nafsu juga membutakan mata dan hati mereka. 

Orang-orang kuno sering mengatakan, “Suka minum atau mabuk ada batasnya, suka main perempuan juga ada batasnya, tapi suka main judi tidak ada batasnya.” Karenanya, mereka kerap menasihati anak perempuan agar jangan sampai menikahi laki-laki yang doyan judi. Karena dampak kebiasaan main judi bisa sangat mengerikan.
 
Ada banyak orang yang bangkrut gara-gara berjudi. Karena judi adalah kombinasi mematikan antara kesenangan dan kecanduan yang dihasilkan dopamin dalam otak, sekaligus nafsu keserakahan manusia pada uang. Ketika orang bermain judi, mereka dibuai oleh kesenangan menikmati tantangan—akibat dopamin dalam otak—juga dibuai angan-agan kaya mendadak jika menang judi. 

Secara naluriah, manusia punya ketertarikan yang sangat kuat terhadap uang. Ketertarikan pada uang itu sah-sah saja, jika melahirkan semangat lebih giat dalam bekerja, atau menghasilkan karya yang bermanfaat bagi orang banyak. Sialnya, ketertarikan pada uang itu dirusak sangat parah oleh judi, yang menawarkan kemungkinan mendapat uang banyak tanpa harus bekerja atau menghasilkan karya apapun! 

Dapat uang banyak atau bahkan kaya mendadak tanpa kerja, siapa yang tidak ingin? Masalahnya, itu keinginan tolol sekaligus konyol, apalagi jika disandarkan pada permainan togel. 

Ocehan ini, kalau saya teruskan, masih panjang sekali, tapi catatan ini sepertinya sudah panjang. So, saya akan melanjutkan uraian ini di catatan berikutnya.  

Related

Hoeda's Note 7252118502865719501

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item