Negara-Negara dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi di Dunia

 Negara-Negara dengan Tingkat Pengangguran Tertinggi di Dunia
Ilustrasi/istimewa
Pada 2008, krisis ekonomi global melanda dunia, dan nyaris semua negara mengalami resesi yang relatif parah, yang menyebabkan jutaan orang kehilangan pekerjaan akibat tutup atau bangkrutnya tempat mereka bekerja. Ditambah lambatnya pertumbuhan ekonomi, lapangan kerja pun semakin sempit dan sulit diperoleh.

Kenyataan itu tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang, tapi juga terjadi di negara-negara maju dengan tingkat ekonomi yang besar.

Amerika Serikat, misalnya, harus melakukan PHK terhadap 8,3 juta orang selama resesi global melanda. Dari jutaan orang yang di-PHK itu, hanya sebanyak 43 persen yang bisa kembali bekerja atau mendapat pekerjaan baru dalam waktu 34 bulan.

Yang paling merasakan dampak buruk resesi kala itu adalah kalangan anak muda atau fresh graduate yang baru lulus sekolah/kuliah. Jumlah pengangguran anak muda di zona Eropa mencapai lebih dari 22 persen, sedangkan di Yunani dan Spanyol sampai melebihi 50 persen. Banyaknya pengangguran anak muda itu disebabkan makin sedikitnya perusahaan yang membuka lowongan bagi pekerja atau karyawan baru.

Bertolak dari krisis global yang terjadi pada 2008, International Labour Organization (ILO) melakukan studi terhadap 50 negara dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dunia, untuk mengetahui negara-negara mana saja yang mengalami tingkat pengangguran paling tinggi.

Berdasarkan studi yang dilakukan ILO, berikut ini sepuluh negara dengan tingkat pengangguran tertinggi di antara 50 negara ekonomi terbesar di dunia.

Afrika Selatan

Afrika Selatan adalah negara di wilayah Afrika yang memiliki ekonomi terbesar, namun juga memiliki tingkat pengangguran tertinggi di antara 50 negara ekonomi terbesar dunia. Angka pengangguran di Afrika Selatan mencapai 24,7 persen. Sejak 1997, tingkat pengangguran di Afrika Selatan telah melampaui 20 persen dari total populasi. Pada 2011, angka pengangguran meningkat menjadi 23,9 persen, dan kembali meningkat naik menjadi 25,2 persen pada 2012.

Sektor ritel dan manufaktur di Afrika Selatan memang membuka lapangan kerja baru. Tetapi sektor konstruksi, pertambangan, dan penggalian, terus-menerus mengurangi jumlah pekerja. Sementara pertumbuhan ekonomi di Afrika Selatan juga tetap di bawah 7 persen.

Tingginya angka pengangguran juga berakibat meningkatnya utang rumah tangga di Afrika Selatan. Menurut bank sentral, persentasenya mencapai 75 persen dari penghasilan yang disisihkan. Mereka yang masih bekerja tidak hanya harus menopang anggota keluarga inti, namun juga saudara-saudaranya, misalnya membayar uang sekolah dan tagihan kesehatan.

Para ahli mengkhawatirkan masalah utang Afrika Selatan akan makin memburuk, seiring bank-bank terpaksa mengambil pinjaman yang tak aman.

Spanyol

Di zona euro, Spanyol adalah negara dengan tingkat ekonomi terbesar keempat. Tetapi, Spanyol menjadi negara dengan tingkat pengangguran paling tinggi di antara negara Eropa lainnya.

Jumlah pengangguran di Spanyol meningkat tajam sejak terjadinya resesi yang melanda dunia pada 2008. Pada masa itu, sektor properti di Spanyol mengalami kejatuhan, dan jatuhnya sektor tersebut menyebabkan sektor jasa dan konstruksi ikut jatuh, yang menyebabkan PHK besar-besaran, serta melipatgandakan jumlah pengangguran yang sudah ada waktu itu.

Pada 2012, jumlah pengangguran di Spanyol mencapai 21,3 persen, atau dua kali lipat dari rata-rata pengangguran yang ada di Uni Eropa. Sekitar 4,9 juta dari 45 juta warga Spanyol tidak punya pekerjaan, dan hal itu menandai rekor tertinggi dalam sejarah 14 tahun terakhir negara itu.

Tingginya angka pengangguran itu juga berdampak besar pada konsumsi domestik yang mempengaruhi PDB Spanyol. Penjualan ritel mencatat penurunan tajam, dan hal itu menyebabkan sektor tersebut sampai memangkas 2.500 karyawannya, atau setara 18 persen dari total karyawan.

Sementara sektor publik juga mengalami perampingan besar-besaran, hingga tingkat pengangguran di Spanyol saat ini mencapai 21,6 persen.

Yunani

Yunani dilanda resesi yang sangat parah, hingga tingkat pengangguran melonjak tinggi, mencapai 21,7 persen. Di antara 5 orang di Yunani, ada 1 orang yang menganggur. Sementara sekitar 54 persen kalangan usia 15-24 tahun tidak memiliki pekerjaan. Jika ditotal, 1,1 juta warga Yunani kini menjadi pengangguran. Tingkat pengangguran paling tinggi terjadi di pusat kota Yunani, khususnya Athena.

Selain angka pengangguran yang tinggi, masyarakat Yunani yang bekerja juga mengalami masalah. Karena perusahaan-perusahaan di sana harus berupaya menghemat anggaran, mereka terpaksa memotong gaji dan dana pensiun para karyawannya. Bahkan meski begitu pun, masih banyak perusahaan yang harus tutup karena bangkrut.

Kehidupan rakyat Yunani bisa dibilang makin sulit, baik yang bekerja apalagi yang menganggur. Bagi yang menganggur, mencari pekerjaan di sana sulitnya setengah mati. Bagi yang bekerja, mereka harus menerima upah minimum bulanannya dipotong sekitar seperlima, demi perusahaan bisa merekrut karyawan baru, agar jumlah produksi bertambah.

Minimnya lapangan kerja dan menurunnya kualitas hidup itu akhirnya membawa dampak psikologis. Jumlah kasus bunuh diri di Yunani meningkat 40 persen, dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Irlandia

Pada 2011, Irlandia mengalami tingkat pengangguran tertinggi dalam sejarah 20 tahun terakhir negara itu. Sektor yang paling banyak “mencetak” pengangguran baru adalah industri jasa, hingga menyebabkan tingkat pengangguran di Irlandia mencapai 14,4 persen.

Dari banyaknya pemutusan hubungan kerja yang terjadi di Irlandia, yang paling terkenal adalah ketika Bank of Ireland mem-PHK 1.000 karyawannya. Sebelumnya, bank itu telah melakukan PHK secara berkala, dan berangsur-angsur jumlah karyawannya terus berkurang. Namun PHK pada 2011 itu yang paling banyak, hingga jumlahnya tinggal 13.200. Padahal, di tahun 2008, jumlah karyawannya mencapai 16.000-an, ketika properti Irlandia mengalami booming.

Tingginya tingkat pengangguran di Irlandia menimbulkan “tren” baru dalam beberapa tahun terakhir. Karena dorongan untuk survive, banyak mantan karyawan yang kini menganggur mulai mencari cara untuk bangkit. Sebagian memilih sekolah atau kuliah lagi untuk menambah ilmu atau menaikkan gelar akademis, sementara yang lain mencoba mencari pekerjaan ke luar negeri.

Ada banyak pekerja Irlandia yang masuk ke Australia Barat, dan menjadi pekerja tambang, demi tidak menjadi pengangguran. Di tempat itu, para penambang bisa memperoleh upah hingga US$ 150.000 per tahun. Karena hal itu pula, Irlandia berada di peringkat tiga sebagai negara yang warganya paling banyak mendapat visa Australia untuk imigran terampil.

Portugal

Portugal harus mati-matian menghadapi badai krisis ekonomi yang melanda pada 2008. Badai resesi itu bisa dibilang sebagai resesi paling parah yang pernah mereka alami sejak tahun 1970-an. Akibat resesi yang terjadi, sebanyak 14,9 persen warga Portugal menjadi pengangguran, sementara tingkat pengangguran di kalangan anak muda melesat ke level 36,2 persen.

Salah satu sektor yang cukup dapat diandalkan di Portugal adalah bidang perkapalan. Namun sektor itu juga terkena dampak resesi global. Naval Shipyards, satu-satunya produsen di Portugal yang masih memproduksi kapal-kapal baru, harus mem-PHK 700 dari ribuan karyawannya selama beberapa tahun terakhir. Kenyataan itu bisa menjadi ilustrasi bagaimana parahnya akibat resesi yang terjadi di sana.

Sementara itu, Uni Eropa dan IMF bersedia memberikan utang sebesar US$ 116 milyar kepada Portugal, dengan syarat pemerintah Portugal melakukan program penghematan ketat. Itu seperti buah simalakama bagi Portugal. Di satu sisi, mereka membutuhkan suntikan dana tersebut. Namun, di sisi lain, syarat yang diminta untuk kucuran dana itu semakin menyulitkan terciptanya lapangan kerja baru di Portugal.

Iran

Iran mengalami banyak masalah dalam hal ekonomi. Selain menghadapi resesi global sebagaimana negara-negara lain, Iran juga menghadapi sanksi pihak barat atas tuduhan kepemilikan senjata nuklir. Selain itu, produksi minyak di Iran mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Berbagai kondisi itu pun sangat berpengaruh pada kondisi lapangan kerja, dan memicu tingginya angka pengangguran di Iran.

Menurut otoritas berwenang di sana, sekitar 15 persen warga Iran usia produktif sekarang menganggur. Namun, para ahli memperkirakan bahwa angka pengangguran di Iran pasti lebih tinggi, akibat banyak pekerjaan formal yang tidak membayar upah layak untuk orang-orang Iran dalam menghidupi kebutuhan sehari-harinya.

Pusat Sensus Iran menyatakan bahwa tingkat pengangguran untuk usia di bawah 25 tahun adalah 29,1 persen. Tetapi, lagi-lagi, analis meragukan hal itu, dan lebih percaya bahwa angka sebenarnya mungkin bisa dua kali lipat dari yang disebutkan tersebut.

Yang ironis, lulusan perguruan tinggi di Iran punya kemungkinan menganggur sepuluh kali lipat lebih tinggi dibanding orang dengan kualifikasi lebih rendah. Kenyataan itu bahkan disampaikan langsung oleh Menteri Ketenagakerjaan Iran.

Hal itu disebabkan karena lulusan perguruan tinggi cenderung selektif dalam memilih pekerjaan dan gaji yang ditawarkan, sementara lulusan pendidikan di bawahnya tidak terlalu selektif dalam menerima tawaran pekerjaan.

Tingginya angka pengangguran di Iran pun memicu berbagai protes yang digerakkan kaum muda di sana. Seperti negara Timur Tengah lainnya, Iran juga memiliki partisipasi ketenagakerjaan wanita yang rendah. Pada 2009, hanya 740.000 wanita yang menganggur, dibandingkan pria yang mencapai 2,7 juta pengangguran. Di tahun yang sama, ada sekitar 17,4 juta tenaga kerja pria, dari total 21 juta orang dalam lapangan kerja Iran.

Kolombia

Semenjak pemerintah Kolombia berhasil mengendalikan perang sipil dan pemberontakan di sana, ekonomi Kolombia pun berkembang pesat. Tapi bukan berarti angka pengangguran di sana telah membaik.

Di antara negara-negara lain di Amerika Latin, tingkat pengangguran di Kolombia termasuk yang paling tinggi, karena mencapai 11,8 persen. Tingkat pengangguran yang paling parah terjadi di ibukota Kolombia Barat, Quibdo, yang mencapai 19,1 persen.

Pemerintah Kolombia telah menargetkan angka pengangguran turun hingga 8,5 persen pada 2014. Untuk mencapai tujuan itu, mereka pun memberikan “keringanan sementara” kepada para pemilik bisnis kecil dan menengah untuk tidak membayar pajak, demi bisa menambah jumlah penerimaan karyawan baru.

Selain itu, pemerintah Kolombia juga menaikkan upah minimum kerja sebanyak 4 persen menjadi US$ 300 per bulan, setelah tingkat inflasi naik ke level 3,1 persen.

Namun, kebijakan itu bukannya tanpa masalah, karena Kolombia harus berhadapan dengan IMF. Dalam syarat pemberian utang kepada Kolombia, IMF menyatakan bahwa tingginya upah minimum di Kolombia menjadi hambatan utama dalam penerimaan kerja formal. IMF menyatakan, tingginya upah minimum itu hanya menaikkan ongkos buruh.

Turki

Dalam bidang ekonomi, Turki tampaknya mengalami ironi. Dalam satu dekade terakhir, pertumbuhan ekonomi Turki mengalami peningkatan pesat. Namun, kenyataan itu tidak sebanding dengan kekuatan sektor lapangan kerjanya. Dengan pertumbuhan PDB tahunan rata-rata melampaui 7 persen, tingkat pengangguran di Turki masih terus berkutat di kisaran 10 persen.

Rauf Gonec, ekonom senior OECD, menyatakan bahwa faktor utama di balik hal itu adalah peningkatan jumlah orang yang meninggalkan sektor agrikultural dan pindah ke area urban, orang-orang yang semula menjadi petani dan menggarap sawah berpindah mencoba bekerja di area perkotaan.

Selain itu, ada peningkatan permintaan pekerja dengan keterampilan level menengah hingga tinggi dalam ekonomi Turki. Sementara golongan buruh memiliki keterampilan lebih rendah, dan hal itu menciptakan ketidakseimbangan antara permintaan buruh dan suplai.

“Perusahaan Turki tidak bisa menemukan suplai buruh terampil yang cukup di area yang mereka siapkan untuk mempekerjakan lebih banyak orang,” kata Rauf Gonec.

Meski begitu, ada perbaikan pada tingkat pengangguran kaum muda beberapa tahun belakangan. Tingkat pengangguran kaum muda di Turki relatif menurun, dari 17,1 persen menjadi 15,4 persen. Di sisi lain, ketika partisipasi anak muda dalam ketenagakerjaan meningkat, jumlah partisipasi wanita dalam ketenagakerjaan Turki masih rendah.

Pada 2011, porsi ketenagakerjaan wanita hanya 29 persen dari total pekerja 6,9 juta. Hampir separuh wanita Turki pernah bekerja, tapi sebagian besar berhenti karena kewajiban keluarga, atau karena kondisi kerja yang memprihatinkan. Hanya 24 persen wanita berpendidikan dasar di Turki yang memiliki pekerjaan.

Polandia

Di antara negara-negara lain di zona euro yang sama-sama terlilit utang, Polandia bisa dibilang sebagai negara yang mengalami pertumbuhan PDB paling cepat. Meski begitu, tingkat pengangguran Polandia masih terbilang tinggi. Balazs Egert, ekonom OECD, memperkirakan hal itu disebabkan reformasi buruh—semisal membatasi pensiun dini seiring dengan ledakan kelahiran bayi Polandia pada 1980-an—telah meningkatkan partisipasi ketenagakerjaan dan mendorong pengangguran.

Tingkat pengangguran Polandia mencapai 12,6 persen, dan kaum muda yang paling merasakan dampak krisis lapangan kerja. Dalam studi yang dilakukan OECD, bahkan terungkap 1 dari 5 anak muda di sana menganggur. Tingkat pengangguran anak muda melonjak hingga 26,7 persen dari sebelumnya yang hanya 18,5 persen. Ada kekhawatiran kaum muda ini akan terus menganggur selamanya.

Masalah pengangguran di Polandia diperparah dengan kenyataan PHK dari ArcelorMittal, produsen besi baja kelas dunia. Krisis utang di zona Eropa yang terus memburuk dan lambatnya pertumbuhan ekonomi, menjadikan ArcelorMittal kelimpungan, sehingga mereka pun memutuskan untuk menghentikan atau mengurangi produksinya.

Karena hal itu, perusahaan tersebut mengumumkan PHK massal untuk kawasan Eropa Timur yang mempengaruhi 1.000 pekerja di Polandia.

Kekurangan pekerjaan dan upah rendah di Polandia juga telah memicu eksodus massal pekerja dari negeri itu ke negara-negara Eropa Barat, seperti Jerman dan Austria.

Prancis

Prancis adalah negara dengan ekonomi terbesar kedua di zona Eropa. Namun sekarang negeri ini mengalami tingkat pengangguran mencapai 10 persen, yang merupakan rekor tertinggi dalam 13 tahun terakhir negara tersebut. Tingkat pengangguran yang menandai lemahnya pasar buruh itu akibat hilangnya ribuan lapangan kerja di bidang industri, akibat resesi global.

Dalam sebuah survei yang melibatkan para pekerja di Prancis, terungkap bahwa sebanyak 40 persen pekerja di sana menyadari bahwa pekerjaan mereka berisiko. Artinya, mereka telah menyadari bahwa kapan pun, sewaktu-waktu, mereka bisa kehilangan pekerjaannya. Kenyataannya, operator kapal feri SeaFrance, produsen pakaian dalam wanita Lejaby, dan kilang milik Petrolplus Swiss, semuanya terancam bangkrut.

Pemerintah Prancis memang telah berupaya keras untuk mencegah berbagai industri kelas atas agar tidak tutup, karena akan mengakibatkan lebih banyak lagi pengangguran. Serikat buruh Prancis pun menekan pemerintah untuk mencegah lebih dari 45 perusahaan menutup produksinya, yang akan membuat 90.000 orang menjadi pengangguran. Menurut serikat buruh, firma-firma yang berencana menutup pabriknya antara lain PSA Peugeot Citroën, General Motors, dan peritel Conforama.

Daftar negara dengan tingkat pengangguran tertinggi, sebagaimana yang diuraikan di atas, hanya terbatas pada 50 negara dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi dunia. Untuk melengkapi uraian ini, berikut adalah daftar sepuluh negara dengan tingkat pengangguran tertinggi, yang didasarkan pada keseluruhan negara di dunia secara global.
  1. Nauru, tingkat pengangguran 90 persen.
  2. Vanuatu, tingkat pengangguran 78,21 persen.
  3. Turkmenistan, tingkat pengangguran 70 persen.
  4. Zimbabwe, tingkat pengangguran 70 persen.
  5. Mozambik, tingkat pengangguran 60 persen.
  6. Tajikistan, tingkat pengangguran 60 persen.
  7. Djibouti, tingkat pengangguran 59 persen.
  8. Namibia, tingkat pengangguran 51,2 persen.
  9. Senegal, tingkat pengangguran 48 persen.
  10. Nepal, tingkat pengangguran 46 persen.

Di antara negara-negara dunia secara global, Indonesia menduduki peringkat ke-75 sebagai negara dengan tingkat pengangguran tertinggi, dan menduduki peringkat ke-7 jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara. Berikut ini daftar sembilan negara di Asia Tenggara dengan jumlah pengangguran tertinggi.
  1. Thailand, tingkat pengangguran 1,2 persen.
  2. Papua Nugini, tingkat pengangguran 1,8 persen.
  3. Singapura, tingkat pengangguran 2,1 persen.
  4. Vietnam, tingkat pengangguran 2,9 persen.
  5. Malaysia, tingkat pengangguran 3,5 persen.
  6. Brunei Darussalam, tingkat pengangguran 3,7 persen.
  7. Indonesia, tingkat pengangguran 7,1 persen.
  8. Filipina, tingkat pengangguran 7,3 persen.
  9. Timor Leste, tingkat pengangguran 20,0 persen.

Lalu negara-negara mana saja yang dianggap memiliki tingkat pengangguran terendah di dunia?

Dari semua negara, Monaco bisa dibilang negara hebat karena tingkat pengangguran di sana 0 persen, alias tidak ada pengangguran sama sekali. Di bawah Monaco, Qatar menjadi negara kedua dengan tingkat pengangguran 0,5 persen, kemudian Guernsey (0,9 persen), disusul Belarus (1,0 persen), Uzbekistan (1,1 persen), Thailand (1,2 persen), Liechtenstein (1,5 persen), Vanuatu (1,7 persen), Isle of Man atau Pulau Man (1,8 persen), dan Kuba (2,0 persen).

Hmm… ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 5376457724257600757

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item