Apa yang Menyebabkan Orang Mengalami Obesitas?

Apa yang Menyebabkan Orang Mengalami Obesitas?
Ilustrasi/ormc.org
Obesitas atau kegemukan disebabkan dan dipengaruhi oleh beberapa hal. Pertama dan terutama adalah gen. Obesitas cenderung diturunkan dari orang tua kepada anak, sehingga ilmuwan menduga obesitas memiliki penyebab genetik. Meski begitu, orang tua dan anggota keluarga tidak hanya berbagi gen, namun juga makanan, kebiasaan, dan gaya hidup, yang semuanya juga bisa mendorong timbulnya obesitas.

Teman kita yang memiliki berat badan berlebih biasanya juga memiliki orang tua serupa. Sebaliknya, sangat jarang ada teman kita yang obesitas namun orang tuanya cenderung kurus. Hal sebaliknya terjadi.

Yang menarik diperhatikan di sini, penelitian menunjukkan bahwa rata-rata faktor genetik memberikan pengaruh sebesar 33% terhadap berat badan seseorang. Artinya, meski faktor genetik meramalkan terjadinya obesitas pada seseorang, tapi perannya tidak terlalu banyak. Setidaknya, ada 67 persen penyebab obesitas yang datang dari faktor lain.

Salah satu faktor lain itu adalah lingkungan dan gaya hidup. Gen yang diwariskan orang tua pada anaknya memang memungkinkan terjadinya obesitas, kalau orang tua memang obesitas. Tapi “ramalan” itu baru terjadi ketika lingkungan dan gaya hidup membentuknya. Yang dimaksud lingkungan di sini termasuk apa saja yang dimakan, kebiasan makan sehari-hari, sampai pola dan aktivitas hidup yang dijalani.

Dengan kata lain, kita melihat bahwa meski kita tidak bisa—atau setidaknya sulit—mengubah warisan gen yang kita terima, namun kita masih dapat mengubah pola makan dan gaya hidup. Karena gen adalah hal yang kita terima tanpa bisa memilih. Tapi apa yang kita makan dan bagaimana kita menjalani hidup... kitalah yang memilih.

Faktor lain yang ikut berperan dalam timbulnya obesitas adalah faktor psikis. Ada sebagian orang yang tampaknya menjadikan makanan sebagai solusi untuk semua masalah. Waktu stres, makan banyak. Waktu senang, makan banyak. Waktu galau, makan banyak. Intinya, apa saja yang terkait emosi, mereka akan menjadikan aktivitas makan sebagai obat.

Kebiasaan semacam itu, sebagaimana kebiasaan lain, terbentuk perlahan-lahan, dan biasanya tidak kita sadari. Lama-lama, karena telah menjadi kebiasaan, kita pun akan merasa kurang jika tidak makan ketika menghadapi emosi-emosi tertentu. Sayangnya, emosi mungkin datang dan pergi, tapi hasil yang kita makan... tidak! Pelan namun pasti, lemak mengumpul di sana sini, dan obesitas terjadi.

Kita yang hidup di zaman sekarang sepertinya memang sulit untuk menghindari kebiasaan makan berlebihan—meski mungkin kita tidak menganggapnya berlebihan. Bagaimana tidak? Di media sosial, misalnya, setiap saat kita menemukan foto-foto makanan yang menggugah selera, dan tiba-tiba kita merasa kelaparan. Setiap waktu, selalu ada orang ngoceh tentang makanan, dan tiba-tiba air liur kita menetes.

Ketika hal semacam itu terjadi, dan kita punya kemampuan untuk memenuhi hasrat (lapar) yang tiba-tiba datang, kita pun bisa membuka ponsel dan memesan makanan, lalu asyik menikmati makanan yang datang. Padahal, bisa jadi, lapar yang muncul waktu itu bukan lapar betulan, melainkan lapar yang sifatnya impulsif, karena kita berpikir perut tiba-tiba lapar.

Saat kebiasaan itu berlangsung hari demi hari, dan kita tidak juga menyadari, obesitas perlahan-lahan terbentuk.

Kita membutuhkan ketegasan untuk menolak makanan dan hasrat lapar yang impulsif, dan tidak setiap orang memiliki ketegasan semacam itu. Memangnya siapa yang bisa menolak makanan enak?

Selain hal-hal tadi, obesitas juga bisa disebabkan oleh pola makan abnormal, yaitu makan dalam jumlah sangat banyak (binge), dan makan di malam hari (sindroma makan pada malam hari). Menurut para ilmuwan, dua pola makan itu biasanya dipicu oleh stres dan kekecewaan, khususnya pada pola makan binge.

Binge adalah kondisi mirip bulimia nervosa; orang makan dalam jumlah sangat banyak. Bedanya, pada binge, hal itu tidak diikuti dengan memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan. Sebagai hasilnya, kalori yang dikonsumsi sangat banyak.

Sementara makan di malam hari sebenarnya tidak terlalu bermasalah, kalau memang membutuhkan, dan hanya makan dalam jumlah secukupnya. Namun, ada orang-orang yang mewajibkan dirinya makan di malam hari dalam jumlah banyak, meski sudah makan dalam jumlah cukup—atau bahkan berlebihan—di siang hari.

Hasilnya, karena terlalu banyak makan di malam hari, mereka malas makan di pagi hari. Akibatnya seperti lingkaran setan. Karena pagi hari malas makan, biasanya perut sangat lapar saat siang, dan mereka makan berlebihan. Lalu malamnya hal sama diulangi, dan begitu seterusnya.

Selain gen, kebiasaan, pola makan, dan gaya hidup, hal lain yang juga ikut mendorong terjadinya obesitas adalah faktor kesehatan dan obat-obatan.

Beberapa penyakit bisa menyebabkan obesitas, seperti hipotiroidisme, sindroma Cushing, sindroma Prader-Willi, dan beberapa kelainan saraf yang bisa menyebabkan seseorang banyak makan. Sementara obat-obat tertentu (misalnya steroid dan beberapa antidepresan) bisa menyebabkan penambahan berat badan.

Akhirnya, di atas semua itu, penyebab obesitas adalah kurangnya aktivitas fisik, dan faktor inilah yang sedang menggejala di negara-negara yang (mulai) makmur, termasuk Indonesia. Karena mulai makmur, kita punya uang cukup untuk makan, bahkan banyak makan. Seiring dengan itu, kita juga senang menikmati aktivitas rebahan dan malas gerak. Kombinasi yang jelas memicu obesitas.

Aktivitas atau gerak tubuh akan membakar kalori. Sebaliknya, orang yang malas gerak atau kurang aktivitas hanya memerlukan sedikit kalori. Jika kita cenderung mengonsumsi makanan yang kaya lemak, dan tidak melakukan aktivitas fisik yang seimbang, hampir bisa dipastikan akan mengalami obesitas.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Tubuh Manusia 1723116001939857231

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item