Kota-Kota Mana yang Termiskin di Dunia?

Kota-Kota Mana yang Termiskin di Dunia? Belajar Sampai Mati, belajarsampaimati.com, hoeda manis
Niamaey, Niger/news18.com
PBB, melalui Economist Intelligence Unit, melakukan studi terhadap banyak kota di dunia, untuk menentukan kota-kota yang tergolong miskin.

Definisi “miskin” yang digunakan dalam studi tersebut tidak sekadar pemasukan daerah atau PDB, melainkan juga meliputi infrastruktur kota, tingkat kesehatan, aset manusia, jumlah penduduk, tingkat buta huruf, kesediaan listrik dan air bersih, serta beberapa hal lain.

Dari studi tersebut, kota-kota yang tergolong sangat miskin mayoritas berada di wilayah Benua Afrika. Negara-negara di sana memang kurang berkembang, dan hal itu berimbas pada kota-kota di dalamnya. Berikut ini adalah kota-kota yang dianggap paling miskin di dunia, dengan berbagai latar latar belakangnya.

Monrovia, Liberia

Monrovia adalah ibu kota Liberia, dan kota itu memiliki industri bijih besi serta ekspor lateks. Selain itu, Monrovia juga menghasilkan semen, minyak, produk makanan, ubin, furniture, bahan kimia, hingga batubara. Meski begitu, infrastruktur kota ini sangat menyedihkan, sementara pendapatan masyarakatnya juga sangat minim.

Kondisi di Monrovia dipengaruhi oleh negaranya. Karena Liberia mengalami pembangunan yang lambat, hal itu pun berdampak pada Monrovia, meski kota itu menjadi penghasil aneka industri. Di Monrovia, aliran listrik sering tersendat-sendat, bahkan penduduk di sana telah terbiasa hidup tanpa listrik, sebab listrik lebih sering padam daripada menyala.

Selain listrik, hal lain yang sama menyedihkan di Monrovia adalah sulitnya memperoleh air bersih. Di sana tersedia beberapa tangki air, dan para penduduk harus berkeliling mencari tangki yang masih menyediakan air, dan mereka juga harus antre dengan banyak penduduk lain.

Sementara itu, jalan-jalan di sana rusak terbengkalai, transportasi umum tidak ada, dan tingkat kesehatan sangat rendah. Di atas semua itu, kawasan Monrovia juga rentan mengalami bencana, dari banjir, tanah longsor, sampai risiko penyakit dan infeksi.

Conakry, Guinea

Conakry adalah ibu kota Guinea, dan kota ini menjadi pusat administrasi, ekonomi, hingga komunikasi. Dalam bidang ekonomi, Conakry menghasilkan industri kargo, ekspor pisang, produk makanan, sampai bahan perumahan. Meski begitu, PDB kota ini sangat rendah, dan menjadikan Conakry sebagai kota yang miskin.

Masalah di Conakry adalah masalah yang lazim ditemui di kota-kota miskin lain, di antaranya keberadaan listrik serta pasokan air yang tidak lancar, hingga ketiadaan sarana transportasi umum yang memadai.

Antananarivo, Madagaskar

Antananarivo adalah ibu kota Madagaskar, dan kota ini mengalami aneka masalah yang menjadikannya miskin.

Sebagai ibu kota, Antananarivo menjadi pusat politik, pusat ekonomi, pusat pendidikan hingga budaya, juga menjadi rumah bagi istana kepresidenan, majelis nasional, senat, dan mahkamah agung.

Antananarivo memiliki industri pertanian, tanaman, peternakan, hingga batu bata. Salah satu hal penting yang menjadi masalah Antananarivo adalah hukum yang tidak benar-benar ditegakkan, yang kemudian memiskinkan seisi kota.

Di Antananarivo, sebagaimana di kota-kota lain, tanah dilindungi oleh hukum. Karenanya, untuk memiliki dan mengelola tanah, orang harus membeli atau menyewa. Yang menjadi masalah, banyak tanah di Antananarivo yang dikuasai orang-orang tertentu secara ilegal, dan mereka menyediakan tanah-tanahnya untuk dibeli atau disewa penduduk dengan harga sangat mahal.

Akibatnya, kekayaan di sana bisa dibilang hanya terpusat pada segelintir orang, sementara yang lain menderita kemiskinan. Bagi Madagaskar, masalah penguasaan tanah secara ilegal oleh segelintir orang itu mungkin dianggap bukan masalah besar, sehingga tidak segera diatasi, karena negara itu masih memiliki setumpuk masalah lain yang lebih besar dan lebih penting, yaitu kebijakan ekonomi dan politik.

Bukti kemiskinan di Antananarivo bisa dilihat dari infrastruktur kota yang menyedihkan, transportasi yang sangat tidak memadai, bahkan jalan-jalan di sana tidak diaspal.

Bamako, Mali

Bamako adalah ibu kota Mali, dengan jumlah penduduk sekitar 1,5 juta jiwa. Kota ini menghasilkan tekstil, daging olahan, dan logam. Industri pertanian di sana juga aktif. Sebagai kota pusat, Bamako penuh sesak, mengalami masalah pencemaran, dan harga-harga di sana sangat mahal.

Kondisi itu tak bisa dilepaskan dari konflik yang terjadi di Mali, yang menjadikan negara itu tidak bisa bergerak maju apalagi berkembang. Hasilnya, meski menjadi kota industri, Bamako jauh dari kemakmuran.

Dalam beberapa tahun terakhir, Arab Saudi dan Cina menanamkan investasi di Bamako, untuk pengembangan infrastruktur dan fasilitas kota. Hasilnya, Bamako mulai memiliki persediaan listrik yang mulai teratur.

Sementara untuk pasokan air, penduduk Bamako mendirikan stasiun pemompaan air yang mengambil air dari Sungai Niger. Namun, saat musim panas, air di sungai surut, dan hal itu berdampak pada ketersediaan air bersih di Bamako.

Niamaey, Niger

Niamaey adalah ibu kota Niger, dan menjadi pusat administrasi, budaya, serta ekonomi negara tersebut. Niamaey bisa dibilang tidak menghasilkan industri apa pun yang dapat menopang kelangsungan ekonomi.

Sementara itu, berbagai konflik terjadi di sana, jumlah penduduk terus meningkat, tingkat kejahatan meninggi, penyelundupan narkoba menjadi-jadi, dan berbagai aksi penculikan, terorisme, sampai rasisme, diskriminasi etnis, dan pelanggaran hak-hak perempuan, menjadi masalah utama di sana.

Dengan banyaknya masalah tersebut, Niamaey tidak hanya menghadapi kemiskinan, namun juga kondisi yang memprihatinkan. Masalah terbaru yang sekarang dihadapi Niamaey adalah kekurangan makanan.

Lusaka, Zambia

Lusaka adalah ibu kota Zambia, dan kota ini dianggap sebagai salah satu kota yang paling cepat berkembang di Afrika Selatan. Meski begitu, Lusaka tetap miskin. Satu-satunya industri yang bisa diandalkan Lusaka hanya tembaga, sementara alamnya begitu kering dan tidak menghasilkan apa pun.

Dengan kondisi alam yang tidak bisa diharapkan, Lusaka tidak dapat membangun infrastruktur yang memadai, dan perumahan di sana begitu buruk, sementara polusi dan kemiskinan mencekik warga kota.

Di atas semua itu, Lusaka menghadapi tingginya kasus HIV/AIDS. Ada sekitar 1,1 juta orang yang didiagnosis menderita infeksi tersebut, yang menyebabkan penduduk kota itu diperkirakan akan hilang setengahnya akibat kematian, sementara 670.000 anak-anak harus hidup di panti asuhan.

Dar es Salaam, Tanzania

Dar es Salaam adalah kota terbesar di Tanzania, juga kota terbesar di Afrika Timur, berdasarkan jumlah populasi. Dar es Salaam menjadi pusat seni, fashion, musik, media, dan film serta televisi Tanzania.

Sebagai kota besar, Dar es Salaam juga menjadi tempat tujuan banyak orang, sehingga populasi penduduk di sana membengkak. Hal itu menimbulkan masalah, yang salah satunya kemiskinan.

Dengan populasi yang kian padat, para pencari kerja semakin banyak. Akibatnya, sedikit pekerjaan di sana diperebutkan banyak orang, dan ditawarkan dengan upah sangat rendah. Penduduk yang butuh kerja tidak memiliki posisi tawar, dan terpaksa menerima pekerjaan yang ada, meski diupah pas-pasan.

Hal itu pun menjadikan orang kaya di Dar es Salaam semakin kaya, sementara yang miskin semakin miskin. Sementara itu, fasilitas air bersih di sana sangat sulit, sanitasi tidak layak, infeksi HIV/AIDS tergolong tinggi, dan aneka masalah diskriminasi gender merajalela.

Harare, Zimbabwe

Harare adalah kota terpadat di Zimbabwe, yang menjadi pusat keuangan, perdagangan, dan pusat komunikasi negara tersebut. Harare memproduksi tembakau, jagung, kapas, dan buah jeruk. Mereka juga menghasilkan poduk tekstil, baja, dan bahan kimia, sementara beberapa daerah di sana memiliki kandungan emas yang relatif kaya. Meski begitu, kondisi Harare sangat miskin.

Kondisi di Harare tidak bisa dilepaskan dari Zimbabwe. Negara itu mengalami konflik politik dan inflasi yang sangat tinggi.

Kota Harare memang memiliki gedung-gedung tinggi, namun jauh lebih banyak perkampungan kumuh. Daerah-daerah kumuh di Harare bahkan terus tumbuh dari tahun ke tahun, dan makin penuh sesak. Sementara wabah demam serta masalah air menjadi hal penting yang mereka hadapi.

Dakar, Senegal

Dakar adalah kota administrasi utama Senegal, juga menjadi rumah bagi majelis nasional negara itu, serta tempat istana kepresidenan berdiri. Dakar menghasilkan industri kapas dan pertanian. Sayangnya, industri yang dihasilkan tidak mampu mendukung infrastruktur kota, sehingga Dakar menjadi kota yang menyedihkan.

Dakar, sebagaimana kota-kota miskin lain, menghadapi masalah pasokan air yang minim. Sementara ketidakstabilan politik di Senegal menjadikan Dakar juga terkena dampak terberat, sehingga kondisinya pun memprihatinkan.

Addis Ababa, Ethiopia

Didirikan pada tahun 1886, Addis Ababa adalah kota terbesar, dan ibu kota Ethiopia. Addis Ababa juga disebut sebagai “ibu kota politik” Afrika, karena berbagai kepentingan diplomatik negara-negara Afrika sering berlangsung di sana. Meski pertumbuhan kota bisa dibilang baik, namun sulit untuk mengatakan Addis Ababa tidak miskin.

Addis Ababa memiliki kegiatan ekonomi dan perdagangan, meliputi manufaktur dan industri terkait rumah tangga. Selain itu, banyak warga di sana yang aktif dalam bidang pertanian, peternakan, dan perkebunan.

Meski begitu, seperti yang dibilang tadi, sulit untuk mengatakan kota ini tidak miskin, karena semua yang bisa mereka hasilkan tetap belum mampu menjadikan Addis Ababa tampak layak. Infrastruktur masih sangat menyedihkan, sementara kekurangan air menjadi masalah sehari-hari.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 1396327347768842348

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item