Apa Kasus Pembunuhan Berantai Paling Misterius di Dunia?

Ilustrasi/thespinoff.co.nz
Pembunuhan berantai adalah istilah untuk menyebut kasus pembunuhan yang dilakukan oleh satu orang, dengan korban beberapa orang. Umumnya, kasus pembunuhan berantai memiliki ciri khas, khususnya pada pola pembunuhan yang dilakukan, karena dilakukan oleh orang yang sama.

Membicarakan kasus pembunuhan berantai, mau tak mau kita harus menyebut nama paling misterius di dunia, yaitu Jack The Ripper. Itu bukan nama asli, tapi dunia hanya mengenalnya dengan nama itu. Bahkan, hanya itu pula yang diketahui dunia mengenai dirinya. Selebihnya, gelap dan misterius.

Jack The Ripper adalah sosok pembunuh berantai yang melakukan pembunuhan sepanjang tahun 1888, di kawasan London, Inggris. 

London di masa itu belum semodern sekarang, dan munculnya sosok misterius Jack The Ripper yang melakukan pembunuhan berantai benar-benar menciptakan teror sekaligus horor yang menakutkan di sana. Jack The Ripper kerap dilukiskan sebagai iblis yang bangkit dari neraka, lalu tiba-tiba menghilang.

Sebenarnya, korban pembunuhan Jack The Ripper tidak terlalu banyak, khususnya jika dibandingkan dengan para pembunuh berantai lain yang memiliki korban jauh lebih banyak. 

Yang membuat Jack The Ripper terus dikenang abadi, bahkan mirip legenda, karena identitasnya tak pernah terungkap. Lebih dari itu, ia sering digambarkan berjubah hitam, biasa muncul dari kegelapan kabut, mencabut nyawa korbannya dengan cepat, lalu menghilang dalam gelap.

Gambaran itu, beserta kenyataan bahwa dia tak pernah tertangkap dan tak pernah terungkap, menjadikan Jack The Ripper dikenang abadi dari masa ke masa sebagai pembunuh paling misterius di dunia.

Sebelum menelisik lebih jauh mengenai Jack The Ripper, kita akan melihat korban-korbannya terlebih dulu, yang hampir semuanya merupakan PSK (pekerja seks komersial).

Korban pertama adalah Mary Ann Nichols. Nama kecilnya Mary Ann Walker, dan dia juga biasa disebut Polly. Ia lahir pada 26 Agustus 1845, dan terbunuh pada Jumat, 31 Agustus 1888. 

Tubuh Mary Ann ditemukan pukul 3.40 pagi, di pintu masuk kandang kuda di Buck’s Row (sekarang Durward Street), sebuah jalan di belakang Whitechapel, tidak jauh dari London Hospital. Penyebab kematiannya adalah luka pada leher akibat senjata tajam. Organ-organ tubuhnya tidak ada yang hilang.

Korban kedua adalah Annie Chapman. Nama kecilnya Eliza Ann Smith, dan dia juga disebut Dark Annie. Ia lahir pada September 1841, dan terbunuh pada Sabtu, 8 September 1888. 

Tubuh Annie ditemukan pukul 06.00 pagi di pintu belakang sebuah rumah di Hanbury Street No. 29, Spitalfields. Penyebab kematiannya adalah sayatan melintang pada leher. Ia juga kehilangan organ uterus, dan mengalami pembedahan pada alat kelamin.

Korban ketiga adalah Elizabeth Stride. Nama kecilnya Elisabeth Gustafsdotter, dan ia juga disebut Long Liz. Ia lahir di Swedia, 7 November 1843, dan terbunuh pada Minggu, 30 September 1888. 

Tubuh Elisabeth ditemukan pukul 01.00 pagi, tertelungkup di Dutfield’s Yard, Berner Street (sekarang Henriques Street), di Whitechapel. Tubuhnya masih utuh, tanpa sedikit pun luka. Asumsi kepolisian saat itu, si pembunuh mungkin terganggu aktivitasnya, sehingga tidak sempat melakukan pembedahan pada tubuh korban.

Korban keempat adalah Chatherine Eddowes. Ia juga biasa disebut Kate Conway, atau Mary Ann Kelly. Ia lahir pada 14 April 1842, dan terbunuh pada hari yang sama ketika Elizabeth Stride tewas. Pengamat kasus ini mengatakan bahwa kejadian tersebut (kematian Elisabeth dan Chatherine pada hari yang sama) sebagai ‘double event’. 

Tubuh Chatherine ditemukan di Mitra Square, London. Penyebab kematiannya diperkirakan kehabisan darah, karena pembedahan sekitar organ dada dan wajah. Salah satu telinga dan ginjal Chatherine juga hilang.

Korban kelima adalah Mary Jane Kelly alias Marie Jeanette Kelly, yang juga kerap dipanggil Ginger. Ia lahir di Limerick, Munstar, Irlandia, pada 1863, dan terbunuh pada Jumat, 9 November 1888. 

Tubuh Kelly ditemukan terpotong-potong, sekitar pukul 10.45 pagi, di atas kasurnya, di tempat ia tinggal, di Miller’s Court, Dorset Street, Springfields. Pembunuhan terhadap Kelly dinilai paling sensasional. Pasalnya, seluruh tubuh Kelly dipotong-potong, sementara organ dalam Kelly berserakan di seluruh ruangan. 

Kelima pembunuhan itu memiliki ciri-ciri serupa. Di antaranya, peristiwa selalu berlangsung pada hari libur atau mendekati hari libur, penyergapan dilakukan pada malam hari, aksi pembunuhan dilakukan di tempat terbuka atau agak terbuka, sehingga orang lain bisa menemukan atau memergoki. Seluruh korban juga memiliki luka mematikan pada leher.

Jack The Ripper dipastikan membunuh lima wanita tersebut. Pada masa itu memang terjadi kasus-kasus pembunuhan serupa yang jumlahnya lebih banyak, namun kepolisian menduga pembunuhan-pembunuhan lain itu dilakukan orang lain yang sengaja memanfaatkan kasus pembunuhan Jack The Ripper, agar dianggap sebagai bagian korban Jack The Ripper.

Maraknya pembunuhan di masa itu menjadikan London kian mencekam. Dunia prostitusi bisa dibilang tiarap, sementara para pekerjanya memilih libur daripada menjadi korban pembunuhan.

Ketika kasus itu sedang menjadi perbincangan panas di London, tidak ada satu orang pun yang tahu siapa pelakunya, atau apa sebutannya. Belakangan, sebutan Jack The Ripper muncul dan dikenal, karena munculnya surat-surat misterius, yang diperkirakan dikirim oleh si pelaku sendiri, dan ia menyebut dirinya “Jack The Ripper”.

Ketika kasus pembunuhan itu muncul, media maupun kepolisian mendapatkan banyak surat. Sebagian isi surat memberi saran terkait pengusutan kasus tersebut, ada yang mencoba memberitahu identitas si pelaku. Sampai suatu hari, muncul surat yang berasal dari seseorang yang mengaku sebagai pelaku semua kasus pembunuhan sadis itu, dan di bawahnya tertulis nama Jack The Ripper.

Sepanjang pengusutan kasus tersebut, pihak kepolisian memang kebanjiran surat-surat yang mengatasnamakan si pelaku. Namun, hampir semua surat dianggap palsu dan hanya mencari sensasi, meski ada pula beberapa surat yang dianggap ’mungkin’ ditulis oleh Jack The Ripper.

Pada 27 September 1888, Central News Agency menerima surat yang diakui ditulis oleh sang pembunuh, Jack The Ripper. Surat itu diteruskan pada Scotland Yard, dua hari sesudahnya. Surat itu ditulis pada 25 September 1888, berisi pesan Jack The Ripper mengenai perbuatan yang telah ia lakukan. Surat itu belakangan dikenal sebagai “Dear Boss”.

Awalnya, surat itu dianggap bohong oleh pihak kepolisian, karena banyaknya surat-surat palsu serupa. Tapi setelah kematian Catherine Eddowes pada 30 September, surat itu mendapat perhatian khusus, karena dalam surat itu disebutkan akan memotong salah satu dari telinga korban selanjutnya. Surat inilah yang pertama kali menggunakan nama “Jack The Ripper”, yang mengaku bertanggung jawab atas pembunuhan-pembunuhan mengerikan di Whitechapel, London.

Selain surat tersebut, ada pula sebuah kartu pos yang belakangan dijuluki “Saucy Jack”. Kartu pos itu datang pada 1 Oktober 1888, satu hari sesudah kasus ‘double event’, saat kematian Elizabeth Stride dan Chaterine Eddowes pada 30 September dini hari di tempat yang berbeda. Kartu pos ini juga mengundang banyak pertanyaan, karena menyebutkan ‘double event this time’ di dalamnya. 

Pihak kepolisian menganggap isi kartu pos itu palsu. Karena si pembuat diasumsikan sudah mengetahui kejadian pada 30 September. Tetapi beberapa orang percaya, kartu pos itu ditulis sebelum 30 September. Atau, jika pelakunya menulis pada saat mengirim kartu pos itu, kejadian ‘double even’ hanya diketahui segelintir orang. Waktu itu, penyelidikan pada kasus ‘double event’ baru saja terjadi, dan masih bersifat rahasia. 

Lalu ada surat lain yang belakangan dijuluki “From Hell”, yang merupakan salah satu dari sekian banyak surat yang kemungkinan besar ditulis oleh Jack The Ripper. Berbeda dengan surat lainnya, surat ini tidak dibubuhi namanya yang sudah terkenal, “Jack The Ripper”. 

Dalam beberapa bagian, si pembuat surat sepertinya sengaja membuat kesalahan pengejaan di mana-mana. Seperti kata ’knife’ ia tulis hanya knif, ’Kidney’ ia tulis ’Kidne’. Surat itu datang bersama kotak kecil berisi ginjal manusia yang direndam dalam alkohol. Salah satu korban, Chaterine Eddowes, memang ditemukan dengan satu ginjal yang hilang. 

Meski terkesan meyakinkan, muncul asumsi bahwa surat-surat itu sebenarnya dibuat dan dikirim oleh wartawan setempat, untuk memperkeruh suasana dan menaikkan penjualan koran. 

Terlepas dari semua itu, yang jelas identitas Jack The Ripper tak pernah terungkap, dan nyatanya dia juga tak pernah tertangkap. Pihak kepolisian, juga para ahli, sampai sekarang hanya bisa mereka-reka siapa dia sebenarnya.

Sebagian pihak menduga, Jack The Ripper memiliki kebencian mendalam sekaligus rasa takut terhadap wanita, dan itu menjelaskan kenapa korban-korbannya semua wanita. Dia juga punya kecenderungan membuat korbannya tidak berkelamin, dengan memotong bagian-bagian tertentu yang membuat korbannya tidak dikenali lagi sebagai wanita. 

Mengenai korbannya yang selalu PSK, ia diperkirakan mempunyai dendam pribadi terhadap prostitusi. Mungkin dia pernah disakiti/ditinggalkan orang yang disayanginya untuk bekerja sebagai PSK. Sekadar catatan, 95% wanita di East End waktu itu meninggalkan keluarga dan anak-anaknya untuk bekerja sebagai PSK, karena kondisi ekonomi yang sangat buruk di London.

Terkait kemampuan Jack The Ripper dalam menyayat tubuh korban-korbannya, ada yang menduga bahwa ia adalah seorang dokter, atau setidaknya orang yang mempunyai latar belakang pendidikan kedokteran spesialisasi di bidang operasi bedah. Pasalnya, sayatan-sayatan di tubuh korban sangat rapi, yang hanya bisa dilakukan menggunakan alat-alat operasi/bedah kedokteran, yang membutuhkan keahlian khusus. 

Sementara dugaan polisi waktu itu, pelakunya adalah tukang jagal, dokter, atau tukang cukur. Tidak harus dokter, asal punya pengetahuan anatomi tubuh manusia. 

Perkiraan terakhir, Jack The Ripper mungkin mengalami masalah sosial, dan kurang dapat berinteraksi dengan orang lain. Untuk kemungkinan ciri ini, ada ratusan nama yang sempat diajukan sebagai Jack The Ripper, di antaranya Robert Mann, Lewis Carroll, dan Walter Sickert.

Menurut gambaran/dugaan kepolisian waktu itu, sosok Jack The Ripper yang paling sesuai adalah Robert Mann, yang bekerja sebagai petugas kamar mayat di Whitechapel. Sebagai petugas kamar mayat, ia diperkirakan memiliki pengetahuan tentang anatomi. 

Yang menambah kecurigaan, pada saat korban bernama Polly Nichols dibawa ke kamar mayat Whitechapel, inspektur polisi waktu itu telah melarang untuk menyentuh mayat Polly Nichols, tapi Robert Mann bersikeras menelanjangi mayat Polly Nichols. Mungkin Robert Mann ingin mengagumi “hasil karya” yang telah dibuatnya?

Meski begitu, pihak kepolisian juga tidak punya bukti kalau Robert Mann memang Jack The Ripper. Karenanya, meski mereka punya asumsi dan dugaan, namun mereka tidak punya bukti untuk menjadikan Robert Mann sebagai tersangka. Hasilnya, sampai sekarang identitas Jack The Ripper tetap gelap dan berkabut, semisterius kasus pembunuhan yang dilakukannya.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Sejarah 3740140544522947455

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item