Bagaimana Rasanya Memiliki Pulau Pribadi?

Ilustrasi/traderhub.id
Membeli rumah sudah biasa, karena banyak orang melakukannya, di mana-mana. Bagaimana dengan membeli pulau? Kalau kita punya uang banyak, kita bisa membeli pulau, dan menjadikannya sebagai pulau pribadi. Aktor Leonardo DiCaprio, pebisnis Richard Branson, dan penyanyi Shakira, termasuk orang-orang yang punya pulau pribadi.

Bagaimana rasanya memiliki pulau pribadi?

Sekilas, memiliki pulau pribadi terdengar menyenangkan. Tapi benarkah begitu? Sebagai permulaan, kita bisa membayangkan punya rumah. Ketika punya rumah pribadi, kita akan memikirkan bagaimana rumah itu akan diisi perabotan, bagaimana mengatur ruangan, bagaimana agar tampil menawan, bagaimana agar kita betah di dalamnya, dan lain sebagainya, yang semuanya tentu butuh uang. Urusan semacam itu akan lebih kompleks ketika yang kita miliki adalah pulau.

Ada cukup banyak pulau yang dijual, kalau kita memang punya uang dan ingin membelinya. Harganya juga tidak mahal-mahal amat. Ada banyak pulau kecil di Fiji sampai Kanada yang dijual atau disewakan. Pulau Loud dekat Danau Huron di Michigan, Amerika Serikat, juga dijual. Harga jualnya rata-rata “cuma” US$3,2 juta atau sekitar Rp44 miliar.

Jadi, kalau kita memang punya uang—maksudnya, punya banyak uang—membeli pulau sebenarnya tidak sulit-sulit amat, karena harganya juga tidak mahal-mahal amat. Yang mahal, dan yang sering bikin pusing, adalah membangun fasilitas serta layanan di dalamnya.

Stacy Fischer Rosenthal, dari perusahaan akomodasi wisata mewah Fischer Travel Enterprises, mengatakan, “Tidak semua pulau berharga mahal. Tapi pembangunan dan perawatannya memakan biaya yang sangat besar. Listrik, air bersih, dan tenaga kerja, merupakan beberapa di antaranya. Mempekerjakan orang dan membuat kita betah berada di pulau juga menjadi tantangan terberat dalam memiliki pulau.”

Jadi, jika kita telah membeli pulau, kita akan dihadapkan pertanyaan penting ini; bagaimana kita—dan orang-orang lain—akan tertarik ke sana? Pasalnya, pulau-pulau yang diperjualbelikan umumnya pulau tak berpenghuni yang berada di lokasi terpencil. Karenanya, untuk datang ke pulau-pulau itu membutuhkan pesawat, karena memang tidak ada angkutan lain. Itu pun sering masih ditambah dengan cuaca yang kurang ramah.

Bayangkan saja memiliki pulau—tanah yang luas dan masih liar—di tempat terpencil. Memiliki pulau semacam itu tentu tidak akan kita gunakan sekadar untuk, misalnya, berkemah. Sebagai pemilik pulau, kita ingin betah di dalamnya, menikmati keindahan yang disuguhkan di sana, dan untuk mendapatkan hal itu kita butuh membangun aneka hal yang semuanya memerlukan uang. Dalam hal itu, uang yang kita butuhkan untuk membangun aneka hal di dalamnya akan berkali-kali lipat dari harga pulau.

Membeli pulau itu mudah, asal ada uangnya. Yang sulit—sekaligus mahal—adalah membangun isinya, untuk kemudian merawatnya. Tantangan itulah yang menjadikan beberapa pemilik pulau kemudian menelantarkan pulau yang telanjur dimilikinya.

Latar belakang itu pula yang menjadikan tidak setiap orang kaya bisa memiliki pulau pribadi. Karena uang yang dibutuhkan memang sangat besar. Selain itu, tidak setiap orang dapat menikmati tinggal berlama-lama di pulau terpencil yang terlepas dari peradaban kota (tanpa kafe, bioskop, mal, dan bisa jadi tanpa internet). Artinya, bahkan umpama kita bisa memiliki pulau pribadi dan membangun aneka hal di dalamnya, belum tentu kita akan betah berlama-lama di sana. 

Kalau sudah begitu, buat apa menghamburkan banyak uang untuk punya pulau pribadi?

Omong-omong, kalau kita kebetulan orang kaya dengan duit terbatas—dalam arti belum mampu punya pulau pribadi—namun ingin merasakan sensasi punya pulau pribadi, kita bisa berwisata ke penginapan super mewah yang menawarkan sensasi bermalam privat, sehingga dunia serasa milik sendiri. The Brando Resort di Tahiti atau hotel dalam jaringan Aman bisa menjadi pilihan.

Hmm... ada yang mau menambahkan?

Related

Umum 7492263133891412544

Posting Komentar

emo-but-icon

Recent

Banyak Dibaca

item